SINDROM KOMPARTEMEN
MAKALAH SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN
SINDROMA KOMPARTEMEN
DISUSUN OLEH:
1. RAHMA HARDIANTI I1B019019
2. GITA SABRINA PRATIWI I1B019025
3. LISA QORIANA ROHMANI I1B019037
4. SAHLA NURANNISA I1B019039
5. RINA AUDINA I1B019043
6. MAULANA RHAKA R. I1B019049
7. SYAIMA HANIFA M. I1B019063
8. AFRIANA HAGISIMIJAU I1B019075
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom kompartemen adalah peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku dan secara anatomis mengganggu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga menyebabkan kerusakan jaringan intrakompartemen. Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan tekanan dalam ruang anatomi yang sempit, yang secara akut mengganggu sirkulasi, kemudian dapat mengganggu fungsi jaringan di dalam ruang tersebut (Irawan, 2014).
Insiden sindrom kompartemen tergantung pada traumanya. Pada fraktur humerus atau fraktur lengan bawah, insiden dari sindrom kompartemen dilaporkan berkisar 0,6-2%. Asien dengan kombinasi ipsilateral fraktur humerus dan lengan bawah memiliki insiden sebesar 30%. Secara keseluruhan prevalensi sindrom komartemen meningkat pada kasus yang berhubungan dengan kerusakan vascular (Irawan, 2014). Sebanyak 75% kasus kompartemen sindrom (tungkai bawah) diawali fraktur, terutama fraktur tibia (tulang kering) pada 36% kasus. Sebagian besar kasus sindrom kompartemen terjadi pada pria dewasa berusia 30-35 tahun, antara lain karena massa otot pada pria usia tersebut lebih besar daripada wanita seusianya (10:1) dan lebih besar daripada pria berusia di atas 35 tahun (Aprianto, 2017).
Insiden sindrom kompartemen yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari yang dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang keadaannya sangat buruk (Irawan, 2014). Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai karakteristik dari mulai definisi, etiologi, manifestasi klinis, dan hal lainnya terkait sindrom kompartemen.
B. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu dikaji mengenai sindroma kompartemen pada klien disertai dengan simulasi kasus.
C. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi sindroma kompartemen.
2. Untuk mengetahui etiologi sindroma kompartemen.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis sindroma kompartemen.
4. Untuk mengetahui patofisiologi sindroma kompartemen.
5. Untuk mengidentifikasi terjadinya sindroma kompartemen yang disajikan
dalam bentuk peta konsep.
6. Untuk mengidentifikasi dan mengkaji masalah pada kasus simulasi yang
disediakan.
7. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi diagnosis dari masalah klien pada
kasus simulasi.
8. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi intervensi dari diagnosis klien yang
telah ditentukan dalam kasus simulasi.
BAB II
ISI
Kasus
Seorang laki-laki berusia 50 tahun yang berprofesi sebagai petani mengalami gigitan ular pada kaki kanan 24 jam sebelum masuk Rumah Sakit Margono. Pasien mengeluhkan bengkak, nyeri hebat, mual, muntah, dan kemerahan. Kaki pasien membengkak sampai lutut dan bertambah sampai paha. Terdapat bekas gigitan taring mengeluarkan darah. Pasien mendeskripsikan rasa nyeri seperti terbakar, ditusuk-tusuk, dan nyeri menyebar. Ekspresi wajah kesakitan dan perilaku pasien terus melindungi area gigitan ular.
Berdasarkan pemeriksaan fisik hasil tekanan darah 113/ 71 mmHg, nadi 80 kali permenit, dan laju nafas 18 sampai 20 kali per menit pada aksila didapatkan suhu tubuh 36,8 derajat Celcius dengan skor nyeri VAS Diam 40mm / bergerak 70 mm.Pada pemeriksaan ekstrimitas terdapat rasa nyeri sampai nodus limfatik pangkal paha kaki kanan dengan skala 9/10. Pemeriksaan thorax dan abdomen normal. pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva pucat dan tidak ikterik. Bengkak dan kemerahan 34 cm.
Hasil pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin 9, 1 g/dll trombosit menurun menjadi 54000 sel/mm3, leukosit 14950 sel/m3 dengan dominasi segmen 93, 9%. Diagnosa medis pasien gigitan ular derajat III (berat) .dengan komplikasi cedera gagal ginjal akut stadium III ((kreatinin 4,79 mg/dL), trombositopenia ((17,6x103 /µL), dan koagulapati (PT dan APTT tidak terbaca). (Jaya and Panji, 2016)
.
A. Definisi Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah serangkaian tanda dan gejala yang muncul jika tekanan berbahaya berkembang dalam kompartemen otot tertutup. Umumnya cenderung mengarah pada trauma diikuti dengan patah tulang. Hal ini dipicu baik oleh fraktur itu sendiri, atau oleh serangkaian tindakan penanganan fraktur (Aprianto, 2017).
B. Etiologi
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua
- Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen yang tetap; dapat disebabkan oleh:
- Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah mengisi ruang intra-kompartemen
· Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
· Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang intrakompartemen.
- Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen yang tetap
· Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
· Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga mengurangi ruang kompartemen.
C. Manifestasi klinis sindroma kompartemen
Gejala klinis yang timbul pertama kali pada sindroma kompartemen adalah timbulnya rasa nyeri yang dirasakan seperti nyeri terbakar. Nyeri ini akan semakin terasa apabila digerakkan. Selain itu gejala lain yang dirasakan adalah kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat terjepit saraf perifer. Kesemutan ini dirasakan pertama kali di jari pertama dan jari kedua pada kaki. Pada penanganan sindroma kompartemen terdapat periode emas yang mana apabila penanganan sindroma kompartemen sudah melewati gejala emas maka akan meuncul 5P(Pain, Parathesia, pulselessness, poikilothermia). Selain itu yang harus diperhatikan adalah adanya massa jaringan lunak yang terletak di bawah tungkai akibat herniasi dan pergeseran otot dan lemak saat tekanan meningkat. Tanda dan gejala awal sindroma kompartemen dapat dikenali juga dari adanya luka tembus, luka tergilas yang menyebabkan kerusakan beberapa lapisan jaringan, dan fraktur terbuk maupun tertutup(Aprianto, 2017).
D. Patofisiologi Sindrom Kompartemen
Patofisiologi dari sindrom kompartemen terdiri dari dua kemungkinan mekanisme, yaitu berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau bertambahnya isi kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan sehingga menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau etiologi yang sebenarnya. Edema jaringan parah atau hematom yang berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi kompartemen sehingga memberi kontribusi pada mekanisme sindrom kompartemen.
Fasia tidak dapat bertambah volumenya sehingga jika terjadi pembengkakan pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen tersebut. Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di kapiler, pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini akan menghambat aliran darah ke otot dan sel saraf. Berkurangnya suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan mengalami iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di dalam kompartemen menyebabkan tekanan intrakompartemen meningkat yang mengganggu aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika tekanan terus meningkat maka perfusi arteri dapat terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan yang lebih parah.
Tekanan jaringan rata-rata normal adalah mendekati 0 mmHg pada keadaan tanpa kontraksi otot. Jika tekanan menjadi lebih dari 30 mmHg, pembuluh darah kecil akan tertekan yang menyebabkan menurunnya aliran nutrisi. Selain dengan mengukur tekanan intrakompartemen, dapat pula menghitung selisih tekanan darah diastolik dengan tekanan intrakompartemen. Jika hasilnya kurang dari 30 mmHg maka dianggap gawat darurat karena daerah tersebut sudah terjadi sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen dapat berupa akut maupun kronis. Sindrom kompartemen akut adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tanpa penatalaksanaan, hal ini dapat berakhir dengan kelumpuhan, hilangnya organ distal, bahkan kematian. Sedangkan pada sindrom kompartemen kronik bukanlah kegawatdaruratan medis.
Sindrom kompartemen akut memerlukan waktu beberapa jam untuk terjadi. Saraf perifer dapat bertahan dalam kompartemen hingga 4 jam setelah iskemia tanpa terjadi kerusakan permanen, tetapi bila iskemia pada saraf lebih dari 4 jam, akan terjadi kerusakan saraf permanen. Otot dapat bertahan sampai 6 jam setelah iskemia terjadi, sebelum tidak dapat regenerasi lagi. Selanjutnya, otot-otot yang nekrosis akan digantikan oleh jaringan fibrosa padat yang secara bertahap terbentuk dan menghasilkan kontraktur kompartemental atau kontraktur iskemia Volkmann. Jika tekanan tidak segera dihilangkan dengan cepat, ini dapat menyebabkan kecatatan permanen atau kematian.
E. Pathway sindrom kompartemen
F. Diagnosa Keperawatan
Data Subjektif |
Data Objektif |
- Kaki bengkak dari lutut sampai paha - Nyeri hebat - Mual - muntah - Kemerahan - Terdapat bekas gigitan taring yang mengeluarkan darah. - Rasa nyeri seperti terbakar, ditusuk-tusuk, dan nyeri menyebar. - Ekspresi wajah kesakitan dan perilaku pasien terus melindungi area gigitan ular.
|
- Tekanan darah 113/71 mmHg - Nadi 80 kali per menit - Laju nafas 18-20 kali per menit - Suhu 36,8 derajat celcius. - Konjungtiva pucat dan tidak ada ikterik - Bengkak dan kemerahan 34 cm - Kadar Hb 9,1 g/dl - Trombosit menurutn menjadi 54000 sel/mm3 - Leukosit 14950 sel/mm3 dengan dominasi segmen 93,9% - VAS diam 40mm / bergerak 70 mm. |
Analisis data
Symptoms |
Etiologi |
Problem |
DO: - Kadar Hb 9,1 g/dl - Trombosit menurun menjadi 54000 sel/mm3 - Leukosit 14950 sel/mm3 dengan dominasi segmen 93,9%. - Diagnosa medis pasien gigitan ular derajat III (berat) - Komplikasi cedera gagal ginjal akut stadium III ((kreatinin 4,79 mg/dL) - trombositopenia ((17,6x103 /µL), - koagulapati (PT dan APTT tidak terbaca). DS: - Terdapat bekas gigitan taring yang mengeluarkan darah - Kemerahan - Nyeri hebat - Mual - Muntah |
Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) |
Risiko Syok |
DO: - Bengkak dan kemerahan 34 cm - Skor nyeri VAS Diam 40mm / bergerak 70 mm. DS: - Kaki bengkak dari lutut sampai paha - Nyeri hebat - Kemerahan - Terdapat bekas gigitan taring yang mengeluarkan darah - Rasa nyeri seperti terbakar, ditusuk-tusuk, dan nyeri menyebar. - Ekspresi wajah kesakitan dan perilaku pasien terus melindungi area gigitan ular.
|
Agens cedera fisik dan agens cedera kimiawi |
Nyeri Akut |
Rumusan Diagnosa keperawatan
1. Risiko Syok berhubungan dengan Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik dan agens cedera kimiawi
G. Intervensi Keperawatan
No |
Diagnosis |
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) |
NIC |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Risiko Syok berhubungan dengan Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) |
Setelah dilakukan tindakan intervensi selama 5x 24 jam diharapkan pasien dapat: NOC Label : Keparahan Syok : Sepsis
Keterangan : 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada
NOC Label : Keparahan Infeksi
Keterangan : 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada
|
NIC Label : Pengurangan Perdarahan · Gunakan tekanan manual pada area perdarahan · Gunakan kantomg es pada area yang sakit · Gunakan balutan tekan pada daerah yang berdarah · Monitor tanda-tanda vital · Monitor ukuran dan karakter dari bekuan darah
NIC Label : Pencegahan Syok · Monitor terhadap adaya tanda-tanda respon kompensasi awal syok, hipotensi, perlambatan pengisian kapiler, pucat/dingin pada kulit dan kemerahan , takipnea rinan, mual, muntah dan kelemahan. · Berikan agen antiinflamasi dan/atau bronkodilator · Berikan dan pastikan kepatenan jalan napas · Berikan oksigen dan/atau ventilasi mekanik · Monitor EKG · Monitor adanya ketidakadekuatan perfusi oksigen ke jaringan · Monitor status sirkulasi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik dan agens cedera kimiawi |
NOC Label : Tingkat Nyeri
Keterangan : Keterangan : 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada
|
NIC Label : Pemberian Analgesik · Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, frekuensi, dan obat analgesik yang diresepkan · Tentukan respons pasien sebelumnya terhadap analgesik · Cek adanya riwayat alergi obat · Hindari rute IM pada orang yang lebih tua · Tuliskan tingkat nyeri sebelum dan setelah pemberian analgesik · Bantu pasien untuk memilih aktivitas nonfarmakologi yang dapat mengurangi nyeri (distraksi, musik dsb) · Evaluasi keefektifan analgesik dengan interval yang teratur pada setiap setelah pemberian, khususnya setelah pemberian pertama kali.
NIC Label : Monitor Tanda-tanda Vital · Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan tepat · Monitor tekanan darah saat pasien berbarig, duduk, dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi · Monitor tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia · Monitor keberadaan dan kualitas nadi · Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban. |
H. Tata Laksana
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasiotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasiotomi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi :
a) Terapi Medikal / Non Bedah
Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen tungkai bawah adalah dekompresi. Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam kompartemen dapat dilakukan dengan cara (Aprianto,2017) :
1. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia (Primawati dan Jauwerissa, tt).
2. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen,gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen.
3. Lakukan prosedur septik dan aseptik pada daerah pengukuran, pilih jaringan kulit pada kompartemen yang akan diukur dengan syarat kulit intak dan bebas infeksi.
4. Lakukan prosedur pembiusan.
5. Masukkan jarum yang terdapat pada alat pengukur secara tegak lurus sedalam 3 sentimeter pada kompartemen tungkai bawah yang diukur.
6. Gerakkan kaki pada posisi fleksi dan ekstensi untuk melihat peningkatan tekanan intra-kompartemen dan memastikan ujung jarum sudah terletak di dalam kompartemen.
7. Dalam posisi diam, baca angka pada alat pengukur yang menunjukkan tekanan dalam kompartemen.
b). Fasiotomi
Fasiotomi merupakan tindakan operatif definitif dengan cara memotong fascia untuk membuka ruang, sehingga tekanan dapat langsung berkurang. Pada tungkai bawah, fasiotomi dilakukan dengan sayatan di sepanjang kompartemen tungkai bawah dengan teknik insisi dobel.
Dua sayatan sejajar sepanjang 15-20 sentimeter dibuat di dua tempat. Tempat pertama adalah bagian tepi luar depan (anterolateral) tungkai untuk dekompresi kompartemen anterior dan lateral, dan sayatan kedua pada bagian tepi dalam belakang (posteromedial) tungkai untuk dekompresi kompartemen posterior.
Jangan lakukan tindakan fasiotomi apabila sindrom kompartemen terdiagnosis pada hari ketiga atau keempat setelah onset. Fasiotomi juga tidak boleh dilakukan apabila telah terjadi kematian jaringan otot yang ditandai dengan rasa nyeri yang memburuk, perubahan warna otot menjadi lebih gelap, perubahan warna urin menjadi kecoklatan (akibat kandungan mioglobin yang meningkat), dan dapat disertai gangren serta gejala inflamasi sistemik lainnya. Hal ini karena jaringan otot yang telah nekrosis sangat rentan terhadap infeksi. Apabila saat terjadinya sindrom kompartemen tidak diketahui pasti, tindakan fasiotomi tetap dianjurkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sindroma kompartemen adalah tanda gejala yang muncul jika tekanan berbahaya muncul dalam kompartemen otot yang tertutup. Adapaun penyebabnya adalah peningkatan volume kompartemen dengan luas kompartemen yang tetap dan penurunan luas kompartemen dengan volume yang tetap. Biasanya sindroma kompartemen terjadi pada kasus gigitan ular. Gejala awal yang dapat dikenali dengan adanya nyeri, luka tembus, luka tergilas, sehingga menyebabkan kerusakan pada beberapa jaringan bahkan terjadi fraktur baik terbuka maupun tertutup. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan melaukan tindakan medikal/non bedah dengan cara dekompresi, sedangkan tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah fasiotomi dengan cara memotong fascia untuk membuka ruang.
Quiz
Seberapa jauh kita sudah mengerti tentang sindrom kompartemen?
Yuk coba quiznya : https://www.surveymonkey.com/r/PZZVW5C
DAFTAR ISI
Aprianto, P., 2017. Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah. Cdk 44, 401–404.
Darwis, I., 2019. Kelainan Koagulasi dan Sindrom Kompartemen Ekstremitas Inferior Akibat Gigitan Ular. Agromedicine 6, 231–237.
Irawan, H. (2014). Sindrom Kompartemen. Medika, 40, 250–255.
Jaya, A.G.P.S., Panji, I.P.A.S., 2016. Tata laksana gigitan ular yang disertai sindrom kompartemen di ruang terapi intensif. Medicina (B. Aires). 47, 188–193. https://doi.org/10.15562/medicina.v47i2.90
Roy, NG. Lo, T.S. dkk. 2014. Pertemuan Ilmiah Tahunan V Himpunan Uroginekologi Indonesia “Vaginal Surgery For Better Quality of Life”. Surabaya: Universitas Airlangga.
Comments
Post a Comment